Skip to main content

Asmaul Khomsah Adalah Isim yang Lima, Pahami Contoh dan Pengertiannya

Table of Content [ ]
Nahwushorof.ID - Asmaul khomsah adalah isim yang lima dan merupakan jenis isim yang dihukumi mu'rob. Para pelajar yang sudah mencapai tingkatan kitab Alfiyah biasa menyebutnya dengan istilah asmaus sittah. Karena terdapat penambahan lafadz sehingga menjadikannya sittah (enam). Jenis isim ini sengaja kami bahas secara terpisah dari isim-isim lainnya. Sebab asmaul khomsah atau asmaus sittah ini mempunyai kekhususan dalam i’rabnya. Lebih lanjut, berikut penjelasan lengkap beserta contoh penggunaannya dalam kalimat.

Pengertian Asmaul khomsah

Kata asma’ (أسماء) merupakan bentuk jamak dari kata ismun (إسم). Sedangkan al-khomsah / as-sittah (الخمسة/السّتّة) adalah isim adad (bilangan) yang berarti lima / enam. Dengan demikian, yang dimaksud asmaul khomsah / asmaus sittah adalah isim-isim yang lima / enam, di mana masing-masing lafadz mempunyai karakteristik tersendiri.

Macam-macam asmaul khomsah / sittah  tersebut adalah sebagai berikut :

No Isim Artinya
1 أَبٌ Bapak
2 أَخٌ Saudara
3 حَمٌ Paman
4 فَمٌ Mulut
5 ذُوْ Pemilik
6 هَنُ Anu

Keterangan : Kehadiran lafadz هَنُ ini kami ambil dari keterangan kitab Al-Fiyah Ibnu Malik, sehingga menjadi enam macam isim yang disebut asmaus sittah. Kata هَنُ adalah kinayah salah satu anggota tubuh yang terkadang berkonotasi tidak baik, para santri biasa memaknainya dengan arti “anu”.

Tidak seperti أَبٌ ,أَخٌ ,حَمٌ ,فَمٌ dan هَنُ, yang secara mutlak dapat disebut sebagai asmaul khomsah / sittah. Lafadz dzu "ذُوْ" bisa disebut sebagai asmaul khomsah / sittah apabila ia mempunyai makna shahib/shuhbah “صاحب/صحبة” yang berarti pemilik. Sebab, menurut qabilah thayyi’ lafadz dzu "ذُوْ" ada yang berlaku sebagai isim maushul, dan hukumnya adalah mabni.

Baca juga : Isim Mabni: Pengertian, Faktor Kemabnian, dan Macam-macam Isim Mabni

Contohnya seperti kalimat أَكْرِمْ ذَا عِلْمٍ (muliakanlah orang yang berpengetahuan). Lafadz ذَا عِلْمٍ pada contoh tersebut memiliki arti صَاحِبَ عِلْمٍ (orang yang memiliki pengetahuan).

Dengan demikian, maka lafadz dzu "ذُوْ" tidak bisa dikategorikan sebagai asmaul khomsah / sittah kecuali ia bermakna shahib/shuhbah “صاحب/صحبة”. Contohnya seperti sya’ir arab di bawah ini.

فَإِمَّا كِرَامٌ مُوْسِرُوْنَ لَقِيْتُهُمْ | فَحَسْبِيَ مِنْ ذُوْ عِنْدَهُمْ مَا كَفَانِيَا

“Bilamana aku bertemu dengan orang-orang dermawan yang kaya, maka cukuplah bagiku apa yang ada padaku dari pemberian orang-orang yang kaya.”

Pada contoh sya’ir di atas lafadz dzu "ذُوْ" hadir dengan makna الَّذِي, dan hukumnya adalah mabni sukun (menurut qabilah thayyi’).

Catatan : Lafadz dzu "ذُوْ" yang berlaku asmaul khomsah / sittah ketika mudhof wajib memiliki mudhof ilaih berupa isim dhohir, tidak boleh berupa isim dhomir.

I’rab Asmaul Khomsah / Sittah

Adapun i’rab asmaul khomsah / asmaus sittah ada tiga macam, yaitu :

1. I’rab Itmam

I’rab itmam adalah i’rab asmaul khomsah/sittah yang ketika mahal rofa’, nashob, dan jar menggunakan tanda wawu (و), alif (ا), dan ya’ (ي).

Baca juga : I'rab dalam Ilmu Nahwu

Contoh kalimat asmaul khomsah ketika rofa’, nashob, dan jar dengan i'rab itmam seperti:

  • جَاءَ أَبُو زَيْدٍ (Bapaknya Zaid datang)
  • رَأَيْتُ أَبَاهُ (Aku melihat Bapaknya Zaid)
  • مَرَرْتُ بِأَبِيْهِ (Aku berpapasan dengan Bapaknya Zaid)

Catatan : Ketika lafadz فَمٌ menggunakan i’rab itmam, maka huruf mim wajib dibuang. Contohnya, إِخْفَظْ فَاكَ (jagalah mulutmu). Dan untuk lafadz هَنُ lebih masyhur di i’rabi dengan i’rab naqash. Contohnya seperti kalimat “أُسْتُرْ هَنَكَ” (Tutupilah anumu).

2. I’rab Naqash

I’rab naqash adalah i’rab asma’ul khomsah / sittah yang ketika mahal rofa’, nashob, dan jar menggunakan i’rab ashliyah dhahirah, tandanya yaitu harakat dhammah, fathah, dan kasrah.

Contoh kalimat asmaul khomsah / sittah ketika rofa’, nashob, dan jar dengan i'rab naqash seperti:

  • هَنُ زَيْدٍ جَرِيْحٌ (Anunya Zaid terluka)
  • أُسْتُرْ هَنَكَ (Tutupilah anumu)
  • لَا تَلْعَبْ بِهَنِكَ (Janganlah kamu memainkan anumu)

Catatan : Selain menggunakan i’rab itmam, lafadz أَبٌ ,أَخٌ, dan حَمٌ juga ada yang di i’rabi dengan i’rab naqash, namun terbilang langka. Contohnya seperti sya’ir Arab di bawah ini:

بِأَبِهِ اقْتَدَى عَدِيٌّ فِى الكَرَمْ | وَمَنْ يُشَابِهْ أَبَهُ فَمَا ظَلَمْ

“Adi meneladani Bapaknya dalam kedermawanan. Dan barang siapa menyerupai Bapaknya (dalam hal kebaikan) maka ia tidak dhalim”.

3. I’rab Qashar

I’rab qashar adalah i’rab asma’ul khamsah / sittah yang ketika menduduki mahal rofa’, nashob, dan jar menggunakan i’rab ashliyah (dhammah, fathah, kasrah) yang dikira-kirakan atas alif.

Contoh kalimat asmaul khomsah / sittah ketika rofa’, nashob, dan jar dengan i'rab qashar seperti:

  • هَذَ أَبَاهُ وَ أَخَاهُ وَحَمَاهُ (Ini adalah Bapak, Saudara dan Pamannya Zaid)
  • رَأَيْتُ أَبَاهُ وَ أَخَاهُ وَحَمَاهُ (Aku melihat Bapak, Saudara dan Pamannya Zaid)
  • مَرَرْتُ بِأَبَاهِ وَ أَخَاهِ وَحَمَاهِ (Aku berpapasan dengan Bapak, Saudara dan Pamannya Zaid)

Baca juga: Contoh Isim Mu’rab dalam Al-Qur’an

Dalam redaksi lain, muncul pertanyaan “lebih utama mana antara i’rab naqash dan i’rab qashar bagi lafadz أَبٌ ,أَخٌ, dan حَمٌ ?”. Jawabnya adalah potongan bait Al-Fiyah sebagaimana berikut ini.

وَقَصْرُهَا مِنْ نَقْصِهِنَّ أَشْهَرُ

“I’rab qasharnya lafadz أَبٌ ,أَخٌ, dan حَمٌ itu lebih masyhur daripada i’rab naqash”.

Contoh bahwa lafadz أَبٌ ,أَخٌ, dan حَمٌ itu lebih banyak berlakunya dengan i'rab qashar daripada i’rab naqash adalah sya’ir Arab di bawah ini.

إِنَّ أَبَاهَا وَأَبَا أَبَاهَا | قَدْ بَلَغَ فِى المَجْدِ غَايَتَاهَا

“Sungguh Bapak dan Kakeknya Salma telah mencapai puncak kemuliaan”.

Tambahan : Ketika lafadz فَمٌ di i'rabi dengan i'rab naqash, maka huruf mim ditetapkan. Contohnya, هَذَا فَمٌ (ini mulut).

Syarat I’rab Itmam Asmaul Khomsah

Adapun syarat asmaul khomsah / sittah menggunakan tanda i’rab itmam adalah sebagai berikut :

1. Wajib Mudhaf

Ketika asmaul khomsah / sittah di i’rabi dengan i’rab itmam, maka ia wajib mudhaf dengan lafadz setelahnya. Contohnya, جَاءَ أَبُوْ زَيْدٍ وَأَخُوْهُ وَحَمُوْهُ (Bapak, Saudara, dan Pamannya Zaid telah datang).

Apabila tidak berlaku mudhaf, maka di i’rabi dengan i’rab naqash. Contohnya, جَاءَ أَبٌ (Bapak telah datang).

2. Tidak Mudhaf dengan Ya’ Mutakallim

Syarat yang kedua ini memiliki kaitan erat dengan syarat yang pertama. Ketika asmaul khomsah / sittah di i’rabi dengan i’rab itmam, mudhaf ilaihnya harus dengan selain ya’ mutakallim. Apabila ia mudhaf kepada ya’ mutakallim, maka di i’rabi dengan i’rab qashar. Contohnya, تَعَلَّمْتُ هَذَا الكِتَابَ مَعَ أَبِيْ (Aku mempelajari kitab ini bersama Bapakku).

3. Berupa Mufrad

Ketika asmaul khomsah/sittah di i’rabi dengan i’rab itmam, maka ia harus berupa isim mufrod (tunggal). Jika di-tasniyah-kan atau di-jamak-kan, maka i’rabnya mengikuti i’rab tasniyah atau jamaknya. Contohnya, رَأَيْتُ إِخْوَانَكَ (Aku melihat saudara-saudaramu).

4. Mukabbar

Syarat asmaul khamsah/sittah dii’rabi dengan i’rab itmam yang terakhir yaitu harus mukabbar (مكبّر), artinya tidak di tashgir (تصغير). Jika berlaku tashgir, maka tidak lagi termasuk asmaul khamsah/sittah. Adapun i’rabnya, yakni memakai i’rab ashliyah (dhammah, fathah, kasrah). Contohnya, رَأَيْتُ أُبَيَّ زَيْدٍ (Aku melihat Bapaknya Zaid).

Demikianlah penjelasan tentang asmaul khomsah / sittah (isim-isim yang lima/enam). Semoga penjelasan di atas dapat membantu para pembaca dalam memahami lebih dalam mengenai asmaul khomsah/as-sittah.

Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar