Skip to main content

Fiil Madhi Adalah Kata Kerja Lampau, Kenali Lebih Jauh Tentang Fi'il Madhi dan Contohnya

Table of Content [ ]
Nahwushorof.ID - Fiil madhi adalah kata kerja dalam bahasa Arab yang digunakan untuk menunjukkan suatu pekerjaan atau peristiwa di masa lampau. Contohnya "qara'tu al-kitaba" (قَرَأْتُ الكِتَابَ) - Saya membaca buku. Kata "qara'tu" (قَرَأْتُ) dalam kalimat tersebut memuat waktu yang menunjukkan bahwa pekerjaan membaca telah dilakukan.

Lebih lanjut dalam artikel ini akan dijelaskan secara lebih mendalam tentang fiil madhi meliputi pengertian, status mabni, rumus majhul, tanda-tanda, wazan tashrif, dan contoh penggunaannya dalam kalimat-kalimat sehari-hari.

Pengertian Fiil Madhi

Secara lughah (bahasa), arti fiil adalah kata kerja, yaitu kata yang menggambarkan suatu proses, perbuatan, atau keadaan. Sedangkan madhi artinya adalah masa lampau, dahulu, lebih awal, atau sebelumnya.

Menurut istilah ulama ahli nahwu, pengertian fiil madhi adalah kata kerja yang menunjukkan pada masa yang telah berlalu atau masa lampau.

وَهُوَ كَلِمَةٌ دَلَّتْ عَلَى مَعْنًى وَزَمَنٍ مَضَى وَانْقَطَعَ

Artinya: “Fi’il madhi adalah setiap kata yang menunjukkan atas makna dan masa yang telah berlalu”.

Contohnya seperti fiil madhi "dzahaba" (ذَهَبَ) dalam kalimat "dzahabtu ila as-suqi" (ذَهَبْتُ إِلَى السُّوْقِ) - Saya pergi ke pasar. Maka maksud dari mutakallim adalah menyampaikan peristiwa atau kejadian yang telah berlangsung, bukan yang sedang atau akan dikerjakan.

Pada dasarnya fi’il madhi memang difungsikan untuk menunjukkan pekerjaan yang sudah berlalu atau lampau, namun dalam praktiknya ada juga yang digunakan untuk menyatakan makna mustaqbal (sekarang atau masa yang akan datang).

Contoh fi’il madhi dengan makna mustaqbal bisa kita saksikan dalam bait awal nadham Alfiyah ibnu Malik yang berbunyi:

قَالَ مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ مَالِكِ | أَحْمَدُ رَبِّيْ اللّهَ خَيْرَ مَالِكِ

“Muhammad putra Imam Malik berkata; aku memuji Rabb-ku (Allah) sebaik-baiknya Dzat yang Maha menguasai/memiliki”.

Fi’il madhi "qala" (قَالَ) dalam bait Alfiyah di atas menggunakan makna fiil mudhari "yaqulu" (يَقُولُ) yang menyatakan atas jatuhnya suatu perkataan. Artinya fi’il tersebut tidaklah bermakna madhi (masa lampau), melainkan mustaqbal (masa akan datang). Karena jatuhnya suatu perkataan tentu setelah beliau berkata bukan? Akan tetapi ini jarang penggunaannya dalam kalimat sehari-hari.

Adapun contoh fi’il madhi baik secara lafadz maupun makna ia menunjukkan kepada masa lampau adalah ayat Al-Qur’an berikut:

وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الأَرْضِ قَالُوْا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ {البقرة: ١١}

Artinya: “Dan bila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS. Al-Baqarah ayat 11)

Lafadz "qila" (قِيْلَ) (fi’il madhi majhul) dan "qalu" (قَالُوْا) dalam ayat di atas merupakan contoh penggunaan fi’il madhi yang memuat masa lampau. Sebab turunnya suatu ayat Al-Qur’an tersebut tentu setelah sebuah peristiwa terjadi atau berlalu.

Fi’il Madhi Mabni

Fi’il madhi merupakan kalimah yang memiliki status mabni secara mutlak. Artinya tidak ada satu pun fi’il madhi bahasa Arab yang berstatus mu’rab. Status mabninya fi’il madhi adalah sebagai berikut:

1. Mabni fathah: ketika fi’il madhi tidak bertemu dengan wawu jamak dan dhamir rafa’ mutaharrik. Contohnya:

  • شَكَرَ (Dia (lk) bersyukur).
  • شَكَرَا (Mereka berdua (lk) beryukur).
  • شَكَرَتْ (Dia (pr) bersyukur).
  • شَكَرَتَا (Mereka berdua (pr) bersyukur).

2. Mabni dhammah: ketika fi’il madhi bersambung dengan wawu jamak. Contohnya:

  • شَكَرُوا (Mereka (lk >2) bersyukur).
  • قَالُوا (Mereka (lk >2) berkata).
  • كَتَبُوا (Mereka (lk >2) menulis).

3. Mabni sukun: ketika fi’il madhi bertemu dengan dhamir rafa’ mutaharrik (berharakat). Contohnya:

  • جَلَسْنَ (Mereka (pr >2) duduk).
  • جَلَسْتَ (Kamu (lk) duduk).
  • جَلَسْتُمَا (Kalian berdua (lk) duduk).

Tanda-tanda Fi’il Madhi

Setiap fi’il pasti memiliki tanda-tanda yang dapat membedakan antara yang satu dengan lainnya. Kita tau bahwa macam-macam fi’il dalam bahasa Arab ada tiga macam, dari ketiga pembagian fi’il tersebut fi’il madhi memiliki tanda yang cukup spesial lantaran tidak dimiliki oleh fi’il lainnya. Tanda-tanda fi’il madhi yang dimaksud adalah:

  1. Dapat bersambung dengan ta’ fa’il.
  2. Dapat bersambung dengan ta’ ta’nits sakinah.

Kedua tanda fi’il madhi di atas kami kutip dari penjelasan Imam ibnu Malik dalam syair nadham Alfiyah berikut:

... وَمَاضِىَ الأَفْعَالِ بِالتَّا مِزْ

“Dan bedakanlah madhinya fi’il-fi’il dengan ta’.”

Kemudian bait tersebut diperjelas lagi oleh Imam ibnu Aqil dalam kitab Ibnu Aqil syarah Alfiyah ibnu Malik, beliau berkata:

مَيِّزْ مَاضِىَ الأَفْعَالِ بِالتَّاءِ وَالمُرَادُ بِهَا تَاءُ الفَاعِلِ وَتَاءُ التَّأْنِيْثِ السَّاكِنَةِ وَكُلٌّ مِنْهُمَا لَا يَدْخُلُ إِلَّا عَلَى مَاضِىِّ اللَّفْظِ

Artinya: “Bedakanlah madhinya fi’il-fi’il dengan ta’, maksudnya adalah dengan ta’ fa’il dan ta’ ta’nits sakinah. Dan setiap dari keduanya tidak masuk kecuali atas madhinya lafadz”.

Penjelasan barusan menunjukkan bahwa fi’il madhi memang benar-benar memiliki tanda khusus yang tidak ada pada fi’il lainnya, baik itu fiil mudhari maupun fiil amr.

Contohnya seperti fiil madhi "kataba"(كَتَبَ>) (menulis), ketika bersambung dengan ta’ ta’nits menjadi "katabat" (كَتَبَتْ) (dia (pr) menulis). Bila bersambung dengan ta’ fa’il menjadi "katabta" (كَتَبْتَ) (kamu (lk) menulis) atau "katabtu" (كَتَبْتُ) (aku menulis).

Sekarang perhatikan contoh fi’il madhi dalam kalimat berikut:

  • تَبَارَكْتَ يَاذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ (Maha suci Engkau wahai Dzat yang Maha agung lagi Maha mulia).
  • وُقِّعَتْ حَدِيْثًا مُذَكَّرَةُ التّئَعَاوُنِ بَيْنَ إِنْدُونِيْسِيَا وَالدُّوَلِ المُجَاوِرَةِ (Baru-baru ini telah ditandatangani nota kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara tetangga).

Dalam kalimat di atas, lafadz "tabarakta" (تَبَارَكْتَ) adalah fi’il madhi yang bertemu dengan ta’ fa’il, asalnya "tabaraka" (تَبَارَكَ) mengikuti wazan "tafa'ala" (تَفَاعَلَ) dan statusnya mabni sukun.

Sedangkan lafadz "wuqqi'at"(وُقِّعَتْ) berasal dari "waqqa'a"(وَقَّعَ) yang bertemu ta’ ta’nits sakinah, hukumnya mabni fathah dan merupakan bentuk fi’il madhi majhul. Keterangan lebih lanjut mengenai ini akan kami bicarakan pada bab selanjutnya.

Fi’il Madhi Majhul

Setiap fi’il dalam bahasa Arab memiliki rumus yang berbeda-beda ketika mengalami perubahan dari bentuk ma’lum (kata kerja aktif) kepada bentuk majhul (kata kerja pasif). Contohnya fi’il madhi "dharaba" (ضَرَبَ) (memukul), ketika mabni majhul menjadi "dhuriba" (ضُرِبَ) (dipukul), "yaktubu" (يَكْتُبُ) (akan menulis) menjadi "yuktabu" (يُكْتَبُ) (akan ditulis), dan lain sebagainya.

Akan tetapi fi’il majhul (kata kerja pasif) dalam bahasa Arab dengan bahasa Indonesia sedikit memiliki perbedaan. Dalam bahasa kita kata yang berlaku sebagai subyek (fa’il) boleh disebutkan dan disembunyikan, sedangkan dalam tata bahasa Arab tidak boleh disebutkan. Perhatikan contoh penggunaan fi’il madhi majhul berikut:

نَصَرَ زَيْدٌ بَكْرًا – نُصِرَ بَكْرٌ

(Zaid menolong Bakr – Bakr ditolong)

Pada contoh kalimat fiil madhi di atas lafadz "Zaidun" (زَيْدٌ) (nama orang) disembunyikan ketika dalam bentuk majhul. Namun dalam bahasa sehari-hari kita boleh menyebutkan fa’ilnya (subyek), seperti “Bakr ditolong oleh Zaid”.

Untuk memudahkan dalam membuat fiil madhi mabni majhul. Pembelajar dapat mengikuti rumus perubahan fi’il madhi ma’lum menjadi mabni majhul berikut ini.

  1. Huruf pertama wajib dibaca dhammah.
  2. Huruf yang terjatuh sebelum akhir dibaca kasrah.

Agar lebih memahami lagi rumus fi’il madhi majhul tersebut, sekarang perhatikan perubahan bentuk fiil madhi ma’lum ke majhul dalam tabel berikut !

Ma’lum Majhul
ذَكَرَ
(Menyebut)
ذُكِرَ
(Disebut)
قَتَلَ
(Membunuh)
قُتِلَ
(Dibunuh)
فَتَحَ
(Membuka)
فُتِحَ
(Dibuka)
غَفَرَ
(Mengampuni)
غُفِرَ
(Diampuni)
سَمِعَ
(Mendengar)
سُمِعَ
(Didengar)
عَلِمَ
(Mengetahui)
عُلِمَ
(Diketahui)
حَسِبَ
(menghitung)
حُسِبَ
(dihitung)
قَرَأَ
(membaca)
قُرِأَ
(dibaca)
مَدَّ
(Memperpanjang)
مُدَّ
(Diperpanjang)
صَانَ
(Menjaga)
صِيْنَ
(Dijaga)

Bagi pemula mungkin akan bertanya, bukankah huruf awal fi’il madhi majhul itu wajib dibaca dhammah? Lalu kenapa lafadz "shina" (صِيْنَ) dibaca kasrah?

Karena lafadz yang demikian telah melalui proses i’lal supaya lebih ringan dan mudah mengucapkannya. Asalnya adalah "shuwina" (صُوِنَ), harakat wawu dipindah kepada huruf sebelumnya menjadi "shiuna" (صِوْنَ), kemudian huruf wawu digantikan oleh huruf ya’ agar ringan mengucapkannya, menjadi "shina" (صِيْنَ).

صِيْنَ أَصْلُهُ صُوِنَ عَلَى وَزْنِ فُعِلَ نُقِلَتْ حَرَكَةُ الوَاوِ إِلَى مَا قَبْلَهَا بَعْدَ سَلْبِ حَرَكَتِهَا فَصَارَتْ صِوْنَ فَقُلِبَتِ الوَاوُ يَاءً لِسُكُوْنِهَا وَانْكِسَارِ مَا قَبْلَهَا فَصَارَتْ صِيْنَ

Artinya: “Fi’il madhi “صِيْنَ” asalnya “صُوِنَ” mengikuti wazan “فُعِلَ”, harakat wawu dipindahkan ke huruf sebelumnya setelah peniadaan harakat, menjadi “صِوْنَ”. Lalu wawu diganti huruf ya’ karena berharakat sukun dan huruf sebelumnya dibaca kasrah, menjadi “صِيْنَ”.

Rumus majhul di atas berlaku untuk setiap fi’il madhi, baik mujarrad maupun mazid. Akan tetapi untuk wazan tsulasi mazid, ruba’i mujarrad, dan sejenisnya memiliki sedikit kaidah tambahan dalam perubahannya, yaitu:

  1. Bila fi’il madhi di awali ta’ muthawa’ah maka huruf pertama dan kedua dibaca dhammah.
  2. Bila fi’il madhi di awali hamzah washal maka huruf pertama dan ketiga dibaca dhammah.

Contoh fi’il madhi majhul sebagaimana kaidah di atas bisa dilihat dalam tabel berikut ini !

Ma'lum Majhul
تَكَلَّمَ
(Berbicara)
تُكُلِّمَ
(Diajak bicara)
تَبَاعَدَ
(Menjauh)
تُبُوْعِدَ
(Dijauhi)
إِنْكَسَرَ
(Menjadi rusak)
أُنْكُسِرَ
(Dirusakkan)
تَكَاثَرَ
(Memperbanyak)
تُكُوثِرَ
(Diperbanyak)
إِسْوَادَّ
(Menghitamkan)
أُسْوُودَّ
(Dihitamkan)
إِسْتَكْمَلَ
(menyempurnakan)
أُسْتُكْمِلَ
(Disempurnakan)
تَعَلَّمَ
(Mempelajari)
تُعُلِّمَ
(Dipelajari)
إِجْتَمَعَ
(Berkumpul)
أُجْتُمِعَ
(Dikumpulkan)
إِسْتَمَعَ
(Mendengarkan)
أُسْتُمِعَ
(Didengarkan)
تَكَلَّفَ
(Mempengaruhi)
تُكُلِّفَ
(Dipengaruhi)

Adapun fi’il madhi yang tidak diawali dengan ta’ muthawa’ah atau hamzah washal maka tetap mengikuti kaidah awal. Contohnya seperti "syabbaha" (شَبَّهَ) (menyerupakan) menjadi "syubbiha" (شُبِّهَ) (diserupakan), "akrama" (أَكْرَمَ) (memuliakan) menjadi "ukrima" (أُكْرِمَ) (dimuliakan).

Wazan Fi’il Madhi

Dalam kitab Matnul Bina’ wal Asas dijelaskan ada 35 wazan tashrif total keseluruhan. Jika begitu, maka wazan fi’il madhi pun juga berjumlah tiga puluh lima wazan. Karena menurut sebagian pendapat para ulama ahli shorof, fi’il madhi adalah awal dari munculnya kalimah dalam bahasa Arab (sebagian mengatakan mashdar).

Namun di sini yang akan kami sebutkan hanyalah wazan fi’il madhi yang banyak digunakan dalam teks-teks berbahasa Arab.

Wazan fi’il madhi tsulasi mujarrod:

  1. Fa’ala (فَعَلَ)
  2. Fa’ila (فَعِلَ)
  3. Fa’ula (فَعُلَ)

Wazan fi’il madhi tsulasi mazid:

  1. Fâ’ala (فَعَّلَ)
  2. Faa’ala (فَاعَلَ)
  3. Af’ala (أَفْعَلَ)
  4. Tafâ’ala (تَفَعَّلَ)
  5. Tafaa’ala (تَفَاعَلَ)
  6. Ifta’ala (إِفْتَعَلَ)
  7. Infa’ala (إِنْفَعَلَ)
  8. If’alla (إِفْعَلَّ)
  9. Istaf’ala (إِسْتَفْعَلَ)
  10. If’au’ala (إِفْعَوْعَلَ)
  11. Ifawwala (إِفْعَوَّلَ)
  12. Ifaalla (إِفْعَالَّ)
Wazan fi’il madhi ruba’i mujarrad:
  1. Fa’lala (فَعْلَلَ)
Wazan fi’il madhi ruba’i mazid:
  1. Tafa’lala (تَفَعْلَلَ)
  2. If’anlala (إِفْعَنْلَلَ)
  3. If’alalla (إِفْعَلَلَّ)

Untuk wazan fi’il madhi tsulasi mujarrod berupa “فَعَلَ” itu memiliki tiga bentuk mudhari’, yaitu “يَفْعُلُ/يَفْعِلُ/يَفْعَلُ”. Sedangkan wazan “فَعِلَ” mempunyai dua bentuk fi’il mudhari’, yaitu “يَفْعَلُ/يَفْعِلُ”. Sehingga totalnya ada 22 wazan fi’il madhi.

Tashrif Fi’il Madhi

Dalam ilmu shorof/tashrif setiap fi’il memiliki bentuk yang berbeda-beda untuk isim dhomir (kata ganti) tertentu. Contohnya adalah "kataba" (كَتَبَ) (dia menolong), untuk dhamir mudzakkar ghaib (kata ganti orang ketiga jenis laki-laki), akan berbeda dengan "katabtu" (كَتَبْتُ) (aku menulis), untuk dhamir mutakallim (kata ganti orang pertama).

Jika pada tashrif istilahi kita belajar merubah kata ke bentuk lainnya. Maka pada tashrif lughawi kita akan mempelajari perubahan bentuk kata berdasarkan jenis dan jumlahnya.  Berikut ini adalah tashrif fi’il madhi beserta dhamirnya yang berjumlah 14 dhamir (kata ganti).

Tashrif Fi’il Madhi
Fi’il Madhi Dhamir Makna
فَعَلَ هُوَ Dia (lk) berbuat
فَعَلَا هُمَا Mereka berdua (lk) berbuat
فَعَلُوا هُمْ Mereka (lk) berbuat
فَعَلَتْ هِيَ Dia (pr) berbuat
فَعَلَتَا هُمَا Mereka berdua (pr) berbuat
فَعَلْنَ هُنَّ Mereka (pr) berbuat
فَعَلْتَ أَنْتَ Kamu (lk) berbuat
فَعَلْتُمَا أَنْتُمَا Kalian berdua (lk) berbuat
فَعَلْتُمْ أَنْتُمْ Kalian (lk) berbuat
فَعَلْتِ أَنْتِ Kamu (pr) berbuat
فَعَلْتُمَا أَنْتُمَا Kalian berdua (pr) berbuat
فَعَلْتُنَّ أَنْتُنَّ Kalian (pr) berbuat
فَعَلْتُ أَنَا Saya (lk/pr) berbuat
فَعَلْنَا نَحْنُ Kami berbuat

Karena tashrif lughawi itu berlaku umum, maka tashrif fi’il madhi tersebut tidak hanya untuk tsulatsi mujarrad. Namun juga berlaku baik untuk wazan tsulasi mazid, ruba’i mujarrad, dan ruba’i mazid. Supaya lebih memahami mengenai tashrif per-wazan ini, perhatikan contoh tashrif dalam tabel berikut.

Tashrif Fi’il Madhi Tsulatsi Mujarrad
Bab 1/2/3 Bab 4/6 Bab 5 Dhamir
فَعَلَ فَعِلَ فَعُلَ هُوَ
فَعَلَا فَعِلَا فَعُلَا هُمَا
فَعَلُوا فَعِلُوا فَعُلُوا هُمْ
فَعَلَتْ فَعِلَتْ فَعُلَتْ هِيَ
فَعَلَتَا فَعِلَتَا فَعُلَتَا هُمَا
فَعَلْنَ فَعِلْنَ فَعُلْنَ هُنَّ
فَعَلْتَ فَعِلْتَ فَعُلْتَ أَنْتَ
فَعَلْتُمَا فَعِلْتُمَا فَعُلْتُمَا أَنْتُمَا
فَعَلْتُمْ فَعِلْتُمْ فَعُلْتُمْ أَنْتُمْ
فَعَلْتِ فَعِلْتِ فَعُلْتِ أَنْتِ
فَعَلْتُمَا فَعِلْتُمَا فَعُلْتُمَا أَنْتُمَا
فَعَلْتُنَّ فَعِلْتُنَّ فَعُلْتُنَّ أَنْتُنَّ
فَعَلْتُ فَعِلْتُ فَعُلْتُ أَنَا
فَعَلْنَا فَعِلْنَا فَعُلْنَا نَحْنُ
Tashrif Fi’il Madhi Tsulasi Mazid
Bab 1 Bab 2 Bab 3 Dhamir
فَعَّلَ فَاعَلَ أَفْعَلَ هُوَ
فَعَّلَا فَاعَلَا أَفْعَلَا هُمَا
فَعَّلُوا فَاعَلُوا أَفْعَلُوا هُمْ
فَعَّلَتْ فَاعَلَتْ أَفْعَلَتْ هِيَ
فَعَّلَتَا فَاعَلَتَا أَفْعَلَتَا هُمَا
فَعَّلْنَ فَاعَلْنَ أَفْعَلْنَ هُنَّ
فَعَّلْتَ فَاعَلْتَ أَفْعَلْتَ أَنْتَ
فَعَّلْتُمَا فَاعَلْتُمَا أَفْعَلْتُمَا أَنْتُمَا
فَعَّلتُمْ فَاعَلْتُمْ أَفْعَلْتُمْ أَنْتُمْ
فَعَّلْتِ فَاعَلْتِ أَفْعَلْتِ أَنْتِ
فَعَّلتُمَا فَاعَلْتُمَا أَفْعَلْتُمَا أَنْتُمَا
فَعَّلْتُنَّ فَاعَلْتُنَّ أَفْعَلْتُنَّ أَنْتُنَّ
فَعَّلْتُ فَاعَلْتُ أَفْعَلْتُ أَنَا
فَعَّلْنَا فَاعَلْنَا أَفْعَلْنَا نَحْنُ

Pada dasarnya tashrif fi’il madhi lughawi dalam tabel tersebut hanya mengalami perubahan pada huruf terakhirnya saja, yakni lam fi’il. Jadi, untuk bab-bab tashrif lainnya tinggal disamakan dengan contoh-contoh tashrif sebelumnya.

Contoh Fi’il Madhi

Setelah kita mempelajari tashrif fi’il madhi beserta dhamirnya, ada hal yang mesti diperhatikan ketika hendak membuat contoh fi’il madhi dalam kalimat. Bahwa 14 bentuk fi’il madhi dari dhamir “هُوَ” hingga “نَحْنُ”, terdapat 7 bentuk fi’il yang fa’ilnya sudah melekat pada fi’ilnya, yaitu “أَنْتَ، أَنْتِ، أَنْتُمَا، أَنْتُمْ، أَنْتُنَّ، أَنَا، نَحْنُ”.

Contoh Fi’il Madhi
Kalimat Dhamir Artinya
كَتَبْتَ أَنْتَ Kamu (lk) menulis
كَتَبْتِ أَنْتِ Kamu (pr) menulis
كَتَبْتُمَا أَنْتُمَا Kalian berdua (lk/pr) menulis
كَتَبْتُمْ أَنْتُمْ Kalian (lk) menulis
كَتَبْتُنَّ أَنْتُنَّ Kalian (pr) menulis
كَتَبْتُ أَنَا Saya menulis
كَتَبْنَا نَحْنُ Kami menulis

Perhatikan contoh fi’il madhi dalam tabel di atas, antara fi’il dan fa’ilnya sudah menjadi kesatuan. Artinya, ketika kita mengucapkan kalimat “كَتَبْتُ” dhamir yang menjadi fa’il sudah melekat pada fi’ilnya. Dengan kata lain, sudah bisa dipahami oleh mukhatthab (lawan bicara) bahwa orang yang menulis adalah “Saya”.

Ini akan berbeda dengan fi’il madhi dhamir ghaib (kata ganti orang ketiga) di mana kita diharuskan untuk menyebutkan fa’il berupa isim dhahir. Misal hanya berkata “جَلَسَ” saja, maka belum jelas siapa orang yang duduk. Namun bila fa’il dhahirnya disebutkan, misalnya “جَلَسَ خَالِدٌ” (Khalid telah duduk), maka kalimat barusan jelas menunjukkan orang yang duduk adalah Khalid. Kecuali jika memang fa’il tersebut sudah diketahui sebelumnya.

Selain itu, fi’il madhi yang mempunyai fa’il isim dhahir baik berupa mufrad, tasniyah maupun jamak maka fi’il madhi tetap dalam keadaan mufrad (ini juga berlaku bagi fi’il mudhari). Antara fi’il madhi dengan fa’il isim dhahir juga harus sama dalam hal jenis (mudzakkar atau muannats).

Setelah memahami segala ketentuan tersebut, sekarang perhatikan contoh-contoh fi’il madhi yang kami berikan berikut baik dalam kalimat maupun Al-Qur’an.

Contoh fi’il madhi dalam kalimat:

  • أَعَدَّ اللّهُ الجِنَانَ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُؤْمِنِيْنَ (Allah telah menyiapkan surga-surga bagi para muslim dan mukmin).
  • إِذَا تَمَّ العَقْلُ قَلَّ الكَلَامُ (Apabila akal seseorang sudah sempurna maka sedikitlah bicaranya).
  • لَقَدْ شَغَفَتْنِيْ سَلْمَى حُبًّا بِمَعْنَى الكَلِمَةِ (Salma benar-benar membuatku jatuh cinta).
  • إِذَا أَدْرَكْتَ الأَمْرَ فَإِذَنْ لِمَاذَا تَتَجَاهَلُ؟ (Jika kamu tahu duduk perkaranya, kenapa pura-pura tidak tau?).
  • بَدَأَ زَيْدٌ تَعَلُّمَ اللُّغَةِ العَرِبِيَّةِ بَعْدَ التِحَاقِهِ بِإِحْدَى الجَامِعَاتِ الإِسْلَامِيَّةِ (Zaid mulai belajar bahasa Arab setelah kuliah di salah satu kampus Islam).
  • ذَهَبَ الطَّالِبَانِ إِلَى الجَامِعَةِ (Kedua pelajar sudah berangkat kuliah).
  • تَعَلَّمْتُمَا اللُّغَةَ العَرَبِيَّةَ قَبْلَ هَذَا فِى المَعْهَدِ (Sebelum ini kalian berdua belajar bahasa Arab di pesantren).
  • مَا دَرَسْتُمُ اليَومَ سَيُفِيْدُكُمْ يَوْمًا (Apa yang kalian pelajari hari ini, suatu saat akan bermanfaat bagi kalian).
  • هَلْ قُمْتُمْ بِوَاجِبَاتِكُمْ اليَوْمِيَّةِ كَمَا يَنْبَغِيْ؟ (Apakah kalian sudah menunaikan kewajiban harian kalian sebagaimana mestinya?).
  • مَاذَا عَلَيْكَ لَوْقَرَأْتَ صَفْحَتَيْنِ مِنَ القُرْآنِ فِى اليَوْمِ؟ (Apa susahnya kalau kamu mengaji dua lembar dalam sehari?).

Contoh fi’il madhi dalam Al Qur’an:

  • صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (Yaitu, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.). QS. Al-Fatihah ayat 7
  • وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ (Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu). QS. Al-Baqarah ayat 4
  • إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak, mereka tidak juga akan beriman). QS. Al-Baqarah ayat 4
  • قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman). QS. Al-Mu’minun Ayat 1
  • بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ((Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka)). QS. At-Taubah ayat 1

Itulah penjelasan mengenai fi’il madhi atau kata kerja masa lampau dalam bahasa Arab beserta contoh-contoh penggunaan fi’il madhi dalam kalimat. Mohon koreksi apabila ditemukan kesalahan dalam artikel kami. Semoga mengedukasi dan menginspirasi.

Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar