Skip to main content

Khobar Mufrod dan Ghoiru Mufrod Beserta Contohnya

Table of Content [ ]
Khobar mubtada adalah sesuatu yang berfungsi untuk menyempurnakan makna mubtada agar menjadi sebuah kalimat sempurna. Dalam penggunaannya, khobar tidak selalu berupa kata tunggal (khobar mufrod), seperti pada contoh “زَيْدٌ مُدَرِّسٌ” (Zaid seorang guru). Namun, banyak sekali kita menemukan contoh khobar baik dalam Al-Qur’an ataupun Hadits tidak berbentuk tunggal (khobar ghoiru mufrod). Apa artinya ini? Bagaimana contoh penerapannya? Berikut kami jelaskan.

Khobar Mufrod

Khobar mufrod adalah khabar mubtada’ yang hanya berupa satu kata sederhana. Maksud kata "mufrod" di sini artinya tidak berupa jumlah maupun yang menyerupai jumlah, seperti pada contoh:
  • زَيْدٌ مُدَرِّسٌ (Zaid seorang guru).
  • فَاطِمَةُ طَالِبَةٌ (Fathimah seorang pelajar).
  • المَاءُ حَيَاةٌ (Air adalah kehidupan).

Semua contoh mubtada’ khobar dalam kalimat di atas terlihat sederhana karena memang khabarnya berupa tunggal (mufrod). Kata yang ada setelah mubtada pasti dibaca rofa’, dan harus sesuai dengan mubtada’nya dalam hal jenis dan bilangan.

Sebuah catatan penting yang mesti diketahui, bahwa dalam ilmu nahwu yang mempelajari bahasa Arab, khobar mufrod dibagi menjadi dua macam, yaitu jamid dan musytaq.

Khobar mufrod isim jamid adalah setiap kata yang bukan bentukan dari kalimah lainnya, tidak pula mengandung dhomir, yakni kata ganti yang kembali kepada mubtada. Perhatikan contoh-contoh berikut:

  • هَذِهِ شَجَرَةٌ (Ini pohon).
  • الحِمَارُ سَمِيْنَةٌ (Keledai-keledai itu gemuk).
  • هَذَا حَجَرٌ (Ini batu).

Dalam kalimat tersebut kata yang terjatuh setelah mubtada’ merupakan contoh khobar isim jamid. Karena ia tidak terbentuk dari kalimah lain dan tidak memuat dhamir yang merujuk kepada mubtada’ itu sendiri.

Baca juga: Contoh Mubtada Isim Dhomir

Sedangkan yang dimaksud khobar mufrod isim musytaq adalah kebalikan dari jamid, yakni kata yang terbentuk dari kalimah lain serta menyimpan dhamir. Contohnya seperti kalimat ini:

  • الحُجَجُ مُفْتَعَلَةٌ (Bukti-bukti itu direkayasa).
  • هَذَا الطَّالِبُ مُتَفَوِّقٌ (Pelajar ini berprestasi).
  • الفَتَى مَدِيْحٌ عَلَى أَعْمَالِهِ (Pemuda itu layak dipuji atas kerjanya).

Semua khobar mubtada dalam kalimat di atas adalah contoh khobar mufrod yang berupa isim musytaq, lantaran bentuknya berasal dari kata lain dan memuat isim dhamir (kata ganti).

Akan tetapi, ada juga khobar mufrod isim musytaq yang tidak menyimpan dhamir, yaitu ketika ia merofa’kan isim dhahir yang terjatuh setelahnya. Seperti kalimat “زَيْدٌ شَاعِرٌ أَبُوْهُ” (Bapaknya Zaid seorang penyair).

Khobar Ghoiru Mufrod

Khobar ghoiru mufrod adalah kelompok khabar yang majemuk karena bukan hanya tersusun atas satu kata saja, melainkan dua kata ke atas yang merupakan frasa atau bahkan kalimat sempurna.

Dalam pengertian yang lebih umum, khabar ghairu mufrad adalah khobar berbentuk kalimat (jumlah) atau yang serupa dengan kalimat (syibhul jumlah).

Khobar jumlah merupakan kelompok khabar yang terdiri dari susunan mubtada dan khabar (jumlah ismiyyah), bisa juga tersusun dari fi’il dan fa’il (jumlah fi’liyyah). Sedangkan khobar syibhul jumlah adalah yang menyerupai jumlah, yakni jer majrur dan dharaf madhruf.

Dengan demikian, dalam tata bahasa Arab khobar ghoiru mufrod terbagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu:

  1. Jumlah ismiyyah (kalimat nominal).
  2. Jumlah fi’liyyah (kalimah verbal).
  3. Jer majrur (kata depan).
  4. Dharaf madhruf (kata tempat/waktu).

Supaya lebih memahami lagi apa yang telah kita pelajari barusan, coba perhatikan contoh khobar ghoiru mufrod berikut ini:

  • زَيْدٌ أُمُّهُ مُدَرِّسَةٌ (Ibunya Zaid seorang guru).
  • زَيْدٌ قَامَ أَبُوهُ (Bapaknya Zaid itu berdiri).
  • زَيْدٌ فِي الدَّارِ (Zaid ada di dirumah).
  • زَيْدٌ أَمَامَ البَيْتِ (Zaid di depan rumah).

Ketika mubtada memiliki khobar ghoiru mufrod, maka yang menjadi khabar bukan hanya satu kata, melainkan keseluruhan kata yang memiliki makna yang lengkap dan utuh. Sebagai gambaran, pada kalimat “زَيْدٌ أُمُّهُ مُدَرِّسَة” maka yang menjadi khobar bukan hanya lafadz “أُمُّهُ” atau “مُدَرِّسَة” saja, melainkan keseluruhan makna dari “أُمُّهُ مُدَرِّسَة”, sehingga dapat memuat informasi yang lengkap dan utuh.

Selain kalimat-kalimat di atas, kita juga bisa menemukan banyak contoh khobar ghoiru mufrad dalam Al-Qur’an atau Hadits, seperti ayat berikut ini:

وَاللّهُ يَهْدِى مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ

Artinya: “Dan Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya pada jalan yang lurus”. (QS. Al-Baqarah ayat 213)

Dalam ayat Al-Qur’an di atas, lafal “Allah” berkedudukan menjadi mubtada’ sedangkan khabarnya adalah kalimat “يَهْدِى” beserta fa’il dan maf’ulnya. Artinya, yang menjadi khobar bukan hanya satu kalimah saja, melainkan semua kata yang menjadi penjelas bagi mubtada’.

Baca juga: Contoh Jumlah Ismiyyah Mubtada Khobar

Catatan ini juga tidak kalah penting dari sebelumnya, bahwa setiap khobar jumlah wajib memuat makna atau perkara yang sambung kepada mubtada’nya. Istilahnya adalah rabith, yang dibagi ke dalam 4 macam, yaitu:

  1. Isim dhamir (kata ganti), contoh: “خَالِدٌ ذَهَبَ أَبُوْهُ” (khalid itu bapaknya pergi).
  2. Isim isyarah (kata tunjuk), contoh: “وِلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ” (pakaian takwa itu adalah sebaik-baiknya pakaian).
  3. Tikrarul mubtada’ (mengulang-ulang mubtada), contoh: “القَارِعَةُ مَا القَارِعَةُ” (hari kiamad, apa itu hari kiamad).
  4. Umumul mubtada’ (umumnya mubtada), contoh: “زَيْدٌ نِعْمَ الفَتَى” (Zaid itu adalah sebagus-bagusnya pemuda).

Adapun khobar syibhul jumlah tidak mengandung yang namanya rabith, akan tetapi harus memiliki mu’allaq yang wajib tersimpan. Apabila ditampakkan bisa berupa kalimah isim ataupun kalimah fi’il. Misalnya kalimat “زَيْدٌ فِي الدَّارِ” (Zaid ada di rumah), lafadz “فِي الدَّارِ” adalah contoh khobar syibhul jumlah yang menyimpan mu’allaq, jika diperlihatkan dapat berupa isim “كَائِنٌ” atau fi’il “إِسْتَقَرَّ”.

Contoh Khobar Mufrod

Rumus yang mesti diperhatikan ketika membuat contoh khobar mufrod adalah kecocokan antara khabar dengan mubtada’nya dalam hal jenis dan bilangan. Dengan kata lain, apabila mubtada’ berupa mudzakkar/muannats maka khobar juga harus sesuai dengannya. Begitu juga ketika mubtada’ berupa isim mufrad, tasniyah, atau jamak maka khabar juga harus berjumlah yang sama. Perhatikan contoh-contoh berikut ini:

Contoh Khobar Mufrod
Mudzakkar Muannats
الطَّالِبُ مُسْلِمٌ الطَّالِبَةُ مُسْلِمَةٌ
الطَّالِبَانِ مُسْلِمَانِ الطَّالِبَتَانِ مُسْلِمَتَانِ
الطَّالِبُونَ مُسْلِمُونَ الطَّالِبَاتُ مُسْلِمَاتٌ
الطُّلَّابُ مُسْلِمُونَ -

Perhatikanlah bahwa semua contoh di atas memiliki kesesuaian antara khobar dengan mubtada’ baik dari segi jenis ataupun bilangannya.

Akan tetapi, untuk mubtada dengan khobar mufrod yang berupa isim jamak taksir sedikit memiliki perbedaan penerapannya dalam kalimat. Apabila jamak taksir menunjuk pada ghairi aqil (tidak berakal), maka khobar cukup berbentuk mufrad muannats. Contohnya:

البُيُوْتُ جَمِيْلَةٌ
(Rumah-rumah itu bagus)

Kata “البُيُوْتُ” (rumah-rumah) dalam contoh barusan menjadi mubtada berbentuk jamak taksir dari isim mufrad “بَيْتٌ” (rumah), dan ini merupakan lighairil aqil (untuk tidak berakal). Maka oleh itu khobarnya cukup dalam bentuk mufrod muannats, yakni kata “جَمِيْلَةٌ” (bagus).

Adapun ketika mubtada’ berupa jamak taksir untuk aqil (berakal), maka khobar harus menyesuaikan dalam hal jenisnya. Jika berjenis laki-laki khobarnya adalah jamak mudzakkar salim, apabila berjenis perempuan maka khobar mesti berupa jamak muannats salim. Contohnya:

الرِّجَالُ مُنْطَلِقُوْنَ
(Para lelaki itu berangkat)

الإِمَاءُ صَائِمَاتٌ
(Para budak wanita itu berpuasa)

Kecuali jika khobar mufrod merupakan isim yang ketika jamaknya berubah menjadi jamak taksir, maka ini bisa diterapkan baik pada mubtada berupa jamak taksir mudzakkar/muannats untuk aqil (berakal). Contohnya:

الطُّلَّابُ جُدُدٌ
(Para pelajar itu baru)

الإِمَاءُ جُدُدٌ
(Para budak wanita itu baru)

Kata “جُدُدٌ” dalam kalimat di atas adalah contoh khobar mufrod berbentuk jamak taksir dari “جَدِيْدٌ”, dan ini dapat digunakan baik pada mudzakkar maupun muannats. Agar lebih menajamkan lagi pemahaman tentang mubtada khobar (jumlah ismiyyah). Silahkan perhatikan contoh-contoh berikut ini:

  • الأُمَرَاءُ مَسْؤُولُونَ (Semua pemimpin itu dimintai pertanggung jawaban).
  • الأَحْرِمَةُ وَسِخَةٌ (Selimut-selimut itu kotor).
  • الخُذَّامُ أَحْرَارٌ (Para pelayan itu bebas).
  • هَذِهِ إِشَاعَةٌ رَخِيْشَةٌ لَا أَكْثَرُ (Itu hanyalah isu murahan).
  • هُوَ كَذَّابٌ فَكَيْفَ إِذَنْ أُصَدِّقُهُ؟ (Dia itu pembohong, lalu bagaimana aku mempercayainya?).
  • الرِّبَا حَرَامٌ طَبْقًا لِإِجْمَاعِ العُلَمَاءِ (Riba itu haram, menurut ijma’ para ulama).
  • العِلْمُ بَحْرٌ لَا سَاحِلَ لَهُ هَكَذَا نَصِيْحَةُ العُلَمَاءِ (Ilmu adalah lautan tak bertepi, begitulah nasihat para ulama).
  • الحَيَاةُ مَرَّةٌ فَقَطْ وَلِذَالِكَ عِشْهَا كَرِيْمًا (Hidup hanya sekali, oleh karena itu hiduplah dengan mulia).
  • أَنْتَ أَخِيْ وَلِذَالِكَ أُحِبُّ أَنْ أُسْعِدَكَ (Kamu adalah saudaraku, oleh karena itu aku senang membuatmu bahagia).

Sebagai tambahan, terkadang juga ditemukan kalimat yang terkesan tidak mengikuti kaidah mubtada dan khabar, seperti ayat Al-Qur’an surah Al-Baqarah yang berbunyi:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ (البقرة: ٢٢٩)

Artinya: “Cerai (yang dapat dirujuk) itu dua kali”. (QS. Al-Baqarah ayat 229)

Dalam ayat Al-Qur’an tersebut, kita melihat adanya ketidaksamaan antara mubtada dan khabar dalam hal bilangannya. Di mana mubtada “الطَّلَاقُ” berbentuk isim mufrad, sedangkan khabar mubtada “مَرَّتَانِ” dalam keadaan tasniyah. Kalimat semacam ini memang tidak harus mengikuti kaidah, karena memang redaksi dari kalimat itu adalah pemberitahuan tentang hukum cerai yang bisa dirujuk sebanyak dua kali. Tentunya kita tidak bisa merubah khobarnya menjadi isim mufrod, yakni “الطَّلَاقُ مَرَّةٌ” (cerai itu sekali), karena nanti tidak sesuai dengan konteks kalimat yang dibicarakan.

Kalimat “الطَّلَاقُ مَرَّةٌ” ini sebenarnya juga terkesan keluar dari kaidah mubtada dan khabar, sebab kata “الطَّلَاقُ” adalah mubtada mudzakkar, sedangkan “مَرَّةٌ” itu muannats. Hal ini terjadi karena memang bahasa Arabnya satu adalah “مَرَّةٌ”, tidak mungkin kemudian kita merubahnya menjadi “مَرٌّ” (tanpa ta’ marbuthah). Contoh lainnya juga bisa kita jumpai dalam hadits Nabi, yang berbunyi:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ

Artinya: “Puasa adalah perisai, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor dan jangan pula berbuat bodoh”. (HR. Abu Hurairah)

Karena bahasa Arabnya perisai adalah “جُنَّةٌ”, maka kita tidak diperkenankan membuang ta’ marbuthahnya menjadi “جُنٌّ”. Lalu apa maksud dari penjelasan ini? Terkadang, kita harus memakai logika dalam memahami suatu kalimat atau membuat sebuah kalimat. Karena tujuan dibuatnya kalimat adalah supaya orang lain paham akan apa yang kita sampaikan. Oleh karenanya, memahami konteks kalimat sangatlah penting dalam mempelajari dan menerapkan ilmu nahwu.

Contoh Khabar Ghairu Mufrad

Sebagaimana penjelasan pada bab-bab sebelumnya, hal yang mesti diperhatikan dalam membuat contoh khabar ghairu mufrad adalah setiap jumlah yang berlaku khobar haruslah memuat rabith, sedangkan yang berbentuk syibul jumlah harus menyimpan mu’allaq. Adapun contoh-contohnya sudah kami paparkan jauh di atas sana.

Akan tetapi, ada suatu kaidah yang belum sempat tersampaikan dan ini penting ! Ketika suatu jumlah atau kalimat penjelas bagi keadaan mubtada dalam hal makna, maka khabar jumlah tidak perlu menyimpan rabith. Contohnya:

نُطْقِيْ: اَللّهُ حَسْبِيْ وَكَفَى
(Ucapku: Allah lah yang mencukupiku dan membuatku cukup)

Dan setiap dharaf yang menerangkan makna waktu (dharaf zaman) tidak bisa memiliki mubtada berupa isim dzat (konkret), seperti “بَيْتٌ” (rumah), “خَالِدٌ” (Khalid), “مَكَّةُ” (Makkah), “فَرَسٌ” (kuda), dan sebagainya. Contohnya:

البَيْتُ يَوْمُ الخَمِيْسِ
(Rumah itu hari kamis)

Sebagai penutup, berikut ini adalah beberapa contoh khabar ghairu mufrad baik berbentuk jumlah/syibhul jumlah dalam kalimat:

  • كُلُّ مَا قَدَّمْتُ لَكَ عَلَى أَسَاسِ الحُبِّ (Semua yang kupersembahkan kepadamu adalah atas dasar cinta).
  • أَبُوْهَا هُوَ الوَزِيْرُ الَّذِيْ اسْتَقَالَ حَدِيْسًا (Bapaknya itu adalah seorang menteri yang mengundurkan diri baru-baru ini).
  • المُؤْمِنُ الحَقِيْقِيُّ مَنْ يَعِيْشُ دُنْيَاهُ مِنْ أَجْلِ الفَوْزِ بِالآخِرَةِ (Mukmin sejati adalah yang hidup di dunia demi meraih akhirat).
  • النَّاسُ يُحِبُّونَ التَّدْخِيْنَ رَغْمَ أَنَّهُ مُضِرٌّ بِصِحَّتِهِمْ (Orang-orang suka merokok, meskipun itu membahayakan kesehatan mereka).
  • الكَلَامُ يَنْفُذُ مَالَا تَنْفُذُهُ الإِبَرُ (Perkataan itu dapat menembus apa yang tidak bisa ditembus oleh jarum).
  • العَمَلُ يَجْعَلُ الصَّعْبَ سَهْلًا (Bekerja itu membuat yang sukar menjadi mudah).
  • العَقْلُ السَّلِيْمُ فِي الجِسْمِ السَّلِيْمِ (Akal yang sehat itu terletak pada badan yang sehat).
  • الصَبْرُ يُعِيْنُ عَلَى كُلِّ عَمَلٍ (Kesabaran itu menolong segala pekerjaan).
  • حَامِدٌ خَطُّهُ حَسَنٌ (Hamid itu tulisannya bagus).
  • المُسْلِمُوْنَ يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ لَيْلَةَ العِيْدِ (Orang-orang Islam menunaikan ibadah zakat pada malam ied).

Itulah penjelasan mengenai khobar mufrod dan ghoiru mufrod beserta contohnya. Masih banyak lagi sebenarnya poin-poin yang belum tersampaikan secara total dalam artikel ini. Oleh karena itu, selain dari sini, kami harap para pembaca juga mencari referensi lainnya sebagai tambahan dan banding. Semoga mengedukasi dan menginspirasi.

Rujukan:

  • Abu Razin & Ummu Razin. 2015. “Ilmu Nahwu untuk Pemula”, cet ke-2. Pustaka BISA.
  • Ibnu Aqil. “Syarah Ibnu Aqil ala Alfiyah Jamaluddin Muhammad bin Abdillah bin Malik”. Surabaya: Nurul Huda.
  • Kamus Indonesia-Arab Al-Mufid.
Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar