Skip to main content

Membuang Kana dan Menetapkan Khabarnya

Table of Content [ ]
Mempelajari ilmu nahwu merupakan suatu keniscayaan bagi seseorang yang hendak memahami isi kandungan ayat suci Al-Qur’an dan kitab-kitab berbahasa Arab lainnya. Tanpa keilmuan ini mustahil ia mampu memahami teks-teks bahasa Arab dengan baik dan benar.

Dengan ilmu nahwu, kita bisa mengenali kedudukan kalimah atau kata dalam bahasa Arab. Dan dengan keilmuan ini pula kita dapat mengidentifikasi lafadz-lafadz yang mengalami pembuangan. Seperti pada bab mubtada khobar yang dalam keadaan tertentu boleh dan bahkan wajib membuang mubtada dan khabar. Begitu juga dalam bab kana, di mana boleh membuang kana beserta isimnya dengan menetapkan khabar kana. Hal ini disandarkan pada bait Alfiyah ibnu Malik ke 155 yang berbunyi:

وَيَحْذِفُونَهَا وَيَبْقُوْنَ الخَبَر ۞ وَبَعْدَ إِنْ وَلَوْ كَثِيْرًا ذَا اشْتَهَر

Artinya: “Mereka (ulama ahli nahwu) membuang kana dan menetapkan khobarnya, yang demikian ini masyhur dan banyak berlakunya ketika kana terjatuh setelah إِنْ dan لَوْ.

Dalam bait Alfiyah tersebut Imam ibnu Malik menjelaskan kebolehan membuang kana dengan menetapkan khabarnya pada saat kana terjatuh setelah إِنْ dan لَوْ syarthiyyah. Contohnya seperti kalimat berikut:

المَرْءُ مَجْزِيٌّ بِعَمَلِهِ إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ وَإِنْ شَرٌّ فَشَرٌّ

Artinya: “Seseorang itu dibalas berdasarkan amal perbuatannya, jika baik maka dibalas dengan kebaikan, dan jika buruk maka akan dibalas dengan keburukan”.

Kana dalam contoh kalimat di atas telah mengalami pembuangan karena terjatuh setelah إِنْ, demikian ini diperbolehkan bahkan masyhur dan banyak berlakunya. Jika ditakdirkan secara lengkap dan utuh maka menjadi:

المَرْءُ مَجْزِيٌّ بِعَمَلِهِ إِنْ كَانَ عَمَلُهُ خَيْرًا فَجَزَاءُهُ خَيْرٌ وَإِنْ كَانَ عَمَلُهُ شَرًّا فَجَزَاءُهُ شَرٌّ

Contoh lain membuang kana beserta isimnya adalah syair Arab berikut:

قَدْ قِيْلَ مَا قِيْلَ إِنْ صِدْقًا وَإِنْ كَذِبَا ۞ فَمَا اعْتِذَارُكَ مِنْ قَوْلٍ إِذَا قِيْلَا

Artinya: “Ucapan-ucapan tadi mungkin benar mungkin salah yang penting bagaimana tendensi argumentasinya”.

Selain terjatuh setelah إِنْ dan لَوْ syarthiyyah, keadaan membuang kana ini juga bisa kita jumpai ketika kana terletak setelah أَنْ mashdariyyah. Akan tetapi, dalam konteks ini isim kana beserta khobarnya ditetapkan, dan مَا mashdariyyah diberlakukan untuk menggantikan posisi kana yang dibuang. Ketentuan semacam ini tertuang dalam bait Alfiyah ke 156 sebagaimana berikut:

وَبَعْدَ أَنْ تَعْوِيْضُ مَا عَنْهَا ارْتُكِب ۞ كَمِثْلِ أَمَّا أَنْتَ بَرًّا فَاقْتَرِبْ

Artinya: “Dan penggantian مَا dari kana diberlakukan setelah أَنْ, seperti kalimat أَمَّا أَنْتَ بَرًّا فَاقْتَرِبْ (jadilah kamu orang baik kemudian mendekatlah (padanya))”.

Contoh kalimat أَمَّا أَنْتَ بَرًّا فَاقْتَرِبْ pada bait di atas telah mengalami pembuangan kana dengan menetapkan isim beserta khabarnya, jika ditulis secara lengkap dan utuh adalah kalimat أَنْ كُنْتَ بَرًّا فَاقْتَرِبْ. Fi’il madhi kana dibuang dan isim dhomir berupa ta’ yang melekat padanya berubah munfashil, menjadi أَنْ أَنْتَ بَرًّا. Kemudian مَا mashdariyyah didatangkan sebagai pengganti dari kana yang dibuang, menjadi أَنْ مَا أَنْتَ بَرًّا. Terakhir, huruf nun diidghomkan kepada huruf mim, maka jadilah kalimat أَمَّا أَنْتَ بَرًّا.

Contoh lain seperti perkataan Abbas bin Mirdas dalam syair berikut:

أَبَا خُرَاشَةَ أَمَّا أَنْتَ ذَا نَفَرٍ ۞ فَإِنَّ قَوْمِيَ لَمْ تَأْكُلْهُمُ الضَّبُعُ

Artinya: “Hai Abu Khuraisyah, aku tahu pengikutmu banyak. Tetapi perlu kamu ketahui bahwa pengikutku tidak pernah mengalami kelaparan dan masa paceklik”.

Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan sederhana bahwa kebolehan membuang kana itu apabila:

  1. Kana terjatuh setelah إِنْ syarthiyyah,
  2. Kana terjatuh setelah أَنْ mashdariyyah, kemudian menghadirkan مَا mashdariyyah sebagai pengganti dari kana yang dibuang.
Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar