Skip to main content

Kondisi di mana inna tidak beramal menashabkan isim dan merafa’kan khabar

Table of Content [ ]
Inna dan saudaranya merupakan pengembangan lanjutan dari mubtada’ khobar di mana ia menjadi faktor yang merubah i’rab dan fungsi kalimat yang dimasukinya. Artinya, inna dan saudaranya ini merubah i’rab mubtada’ yang semula rafa’ menjadi nashab sebagai isimnya, sedangkan khabar tetap dalam keadaan rafa’. Meski khabar di sini secara dhahiriyah dibaca rafa’, akan tetapi rafa’nya tersebut bukanlah i’rab lama ketika ia menjadi khabar mubtada’, melainkan i’rab yang mujaddad (baru) yang berkedudukan sebagai khabarnya inna dan saudaranya.

Dalam kitab Syarah Alfiyah ibnu Malik Mujalladuts tsani, Muhammad bin Sholih Al-Utsamaini menjelaskan:

إِنَّ وَأَخَوَاتُهَا: تَنْصِبُ المُبْتَدَأَ وَتَرْفَعُ الخَبَرَ، والرَّفْعُ الَّذِى فِى الخَبَرِ لَيْسَ هُوَ الرَّفْعَ الأَوَّلَ الَّذِى كَانَ قَبْلَ دُخُولِ (إِنَّ)، بَلْ هُوَ رَفْعٌ مُجَدَّدٌ

Artinya: inna dan saudara-saudaranya adalah partikel yang menashobkan mubtada’ dan merofa’kan khobar, dan rofa’nya khobar tersebut bukanlah i’rob rofa’ sebelum masuknya partikel inna, melainkan i’rob rofa’ yang mujaddad (baru).

Untuk memperjelas penjelasan di atas, kiranya dapat diuraikan melalui contoh kalimat seperti إِنَّ اللّٰهَ غَفُورٌ (sesungguhnya Allah Maha Pengampun). Maka rafa’nya lafadz غَفُورٌ bukanlah ketika ia menjadi khobarnya mubtada’, melainkan i’rab rafa’ sebab ia menjadi khabarnya inna.

Catatan: sebagian ulama ahli nahwu berpendapat bahwa rafa’nya lafadz غَفُورٌ sebab menjadi khabar mubtada’, sekalipun ia didahului partikel inna atau salah satu saudaranya.

Meski inna beserta saudaranya menurut hukum asal beramal tanshibul isma wa tarfa’ul khabar (menashabkan isim dan merafa’kan khabar), tetapi pada kondisi tertentu bisa saja amalnya tersebut batal. Yaitu ketika inna atau salah satu saudaranya bertemu dengan huruf مَا (red: dibaca maa). Imam ibnu Malik dalam nadham Alfiyahnya berkata:

وَوَصْلُ مَا بِذِى الحُرُوفِ مُبْطِلُ | إِعْمَالَهَا وَقَدْ يُبَقَّى العَمَلُ

“Bersambungnya huruf مَا dengan inna dan saudaranya itu dapat membatalkan amal (menashabkan isim merafa’kan khabar), terkadang juga ada yang amalnya ditetapkan”.

Dari nadham Alfiyah di atas, dapat diketahui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang amal inna ketika bertemu dengan huruf مَا (selain مَا maushulah). Mayoritas ulama ahli nahwu bersepakat bahwa inna yang bertemu dengan huruf مَا itu membatalkan amalnya. Misalnya kalimat:

إِنَّمَا زَيْدٌ قَائِمٌ

“Sesungguhnya Zaid adalah orang yang berdiri”.

Lafadz زَيْدٌ pada contoh tersebut dicukupkan atas amalnya, maka (menurut pendapat mayoritas ulama nahwu) janganlah kamu berkata إِنَّمَا زَيْدًا قَائِمٌ. Begitu juga dengan saudaranya inna, yakni: anna (أَنَّ), lakinna (كِنَّ), la’alla (لَعَلَّ), dan ka’anna (كَأَنَّ), kecuali laita (لَيْتَ). Contohnya seperti kalimat:

كَأَنَّمَا زَيْدٌ أَسَدٌ لٰكِنَّمَا جَبَانٌ

“Seakan-akan Zaid itu harimau, tetapi ia seorang penakut”.

Dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 108, Allah SWT berfirman:

قُلْ إِنَّمَا يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ

Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, (QS. Al-Anbiya’: 108).

Dari pendapat mayoritas ulama ahli nahwu tersebut dapat diketahui bahwa, apabila inna dan saudaranya yang bertemu huruf مَا tetap beramal menashabkan isim dan merafa’kan khabar itu sedikit berlakunya. Kecuali untuk laita (لَيْتَ), maka ahli nahwu bersepakat ia tetap memiliki amal sekalipun bersambung dengan huruf مَا. Contohnya لَيْتَمَا الشَّبَابَ عَائِدٌ (seandainya masa muda kembali).

Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar