Skip to main content

Kalam dalam Ilmu Nahwu: Pengertian, Unsur, dan Contohnya

Table of Content [ ]
Nahwushorof.ID - Dalam ilmu nahwu, bab penting yang wajib dipelajari pemula ketika ingin mendalami kaidah bahasa Arab salah satunya adalah kalam. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kalam didefinisikan sebagai kata atau perkataan, baik itu memberikan pemahaman kepada pendengarnya maupun tidak.

Akan tetapi, pengertian kalam dalam ilmu nahwu tentu saja berbeda dengan kalam dalam pengertian bahasa Indonesia. Di mana ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi untuk bisa disebut sebagai kalam. Apa pengertian kalam dalam ilmu nahwu? Apa saja persyaratan untuk bisa disebut kalam? Berikut penjelasannya.

Pengertian Kalam

Secara bahasa (lughah) kalam diartikan sebagai sebuah ucapan atau perkataan seseorang sekalipun itu tidak memberikan pemahaman kepada yang mendengarkan. Kalam juga bisa diartikan sebagai kumpulan lafadz atau kata yang diucapkan oleh seseorang.

Sedangkan secara istilah, cukup banyak para ulama yang mengemukakan pengertian kalam dengan latar belakang keilmuan yang berbeda-beda. Menurut pandangan ulama ahli fikih, kalam adalah sesuatu yang dapat membatalkan sholat. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Qorib Al-Mujib, bahwa kalam (perkataan /ucapan) termasuk salah satu dari sebelas perkara yang membatalkan sholat. Contohnya seperti lafadz قُمْ، مِنْ (sekalipun itu tidak memahamkan).

Adapun dalam pandangan ulama ahli nahwu, pengertian kalam adalah lafadz yang tersusun, yang memberikan pemahaman kepada yang mendengarkan, dan diucapkan dengan bahasa Arab.

الكلام هو اللفظ المركّب المفيد بالوضع

“Kalam adalah berupa lafadz, tersusun, memahamkan, dan dengan bahasa Arab”.

Syaikh Ibnu Malik dalam Nadzhom Alfiyah memberikan pengertian lebih sederhana tentang kalam, sebagai berikut:

كَلَامُنَا لَفْظٌ مُفِيْدٌ كَاسْتَقِمْ

“Kalam menurut ahli nahwiyyin adalah lafadz yang memahamkan seperti إِسْتَقِمْ”.

Dari pengertian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sesuatu bisa disebut sebagai kalam apabila ia telah memenuhi unsur اللفظ  (lafadz), المركّب (tersusun), المفيد (memahamkan), dan بالوضع (dengan bahasa Arab).

Unsur Kalam dalam Ilmu Nahwu

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kalam dalam ilmu nahwu memiliki beberapa unsur yang harus terkumpul, yaitu اللفظ  (lafadz /kata), المركّب (tersusun), المفيد (berfaedah /memahamkan), dan بالوضع (dengan bahasa Arab).

1. Lafadz (Ucapan)

Kalam haruslah memenuhi unsur lafadz (لفظ), yang dalam bahasa Indonesia disebutkan dengan istilah “lafaz” (ucapan), yaitu sesuatu yang keluar dari lisan manusia yang mengandung bunyi dan makna.

Dalam ilmu nahwu, pengertian lafadz adalah sebagai berikut;

اللفظ هو الصّوت المشتمل على بعض الحروف الحجائية

"Lafadz adalah suara yang mengandung sebagian huruf-huruf hijaiyyah".

Contohnya seperti زَيْدٌ (nama seseorang) yang terdiri dari beberapa huruf hijaiyyah, yaitu huruf ز, ي dan د yang membentuk lafadz زَيْدٌ. Maka tidaklah bisa dikatakan sebagai lafadz apabila ia tidak mengandung sebagian huruf hijaiyyah, seperti isyarat kedipan mata seseorang sekalipun itu memberikan pemahaman. Dengan demikian, isyarat kedipan mata tidak bisa disebut kalam karena tidak memenuhi unsur lafadz.

2. Murakkab (Tersusun)

Unsur kalam yang kedua yaitu مركّب (tersusun). Artinya, terdiri dari dua kata atau bahkan lebih sehingga membentuk susunan yang saling melengkapi dan memberikan faedah.

Contohnya seperti kata قَامَ (fiil madhi, artinya telah berdiri) dan زَيْدٌ (isim alam; nama orang). Apabila keduanya disandingkan menjadi kalimat قَامَ زَيْدٌ (Zaid telah berdiri) sehingga saling bersandar dan memahamkan.

Contoh lain seperti perkataan أُنْصُرْ (menolonglah), dalam ilmu nahwu ucapan أُنْصُرْ bisa dikatakan sebagai kalam karena sudah tersusun dari dua kata meski secara taqdir (tersirat).  Karena dibalik perkataan أُنْصُرْ terdapat dhomir (kata ganti) yang tersembunyi. Apabila ditaqdirkan berupa أَنْتَ (kamu).

3. Mufid (Berfaedah)

Unsur kalam selanjutnya adalah مفيد (berfaedah), artinya dapat memberikan pemahaman kepada lawan bicara atau yang mendengarkan sehingga diam. Maksud kata diam di sini adalah tidak muncul suatu pertanyaan atas apa yang diucapkan karena sudah paham. Contohnya seperti ucapan زَيْدٌ قَائِمٌ (Zaid orang yang berdiri).

Maka tidaklah disebut sebagai kalam apabila tidak memahamkan, sekalipun telah murakkab (tersusun). Seperti kalimat إِنْ قَامَ زَيْدٌ (jika Zaid berdiri...). Kalimat barusan tidak bisa dikatakan sebagai kalam sekalipun sudah tersusun dari fi'il (kata kerja) dan fa'il (subyek), karena tidak adanya jawab atas huruf syarat إن yang membuat lawan bicara bingung dan bertanya kembali.

4. Wadl'i (Bahasa Arab)

Unsur kalam terakhir yaitu diucapkan menggunakan bahasa Arab (بالوضع). Maka ucapan yang menggunakan bahasa selain bahasa Arab tidak tergolong sebagai kalam dalam ilmu nahwu.

Akan tetapi, dalam memberikan tafsiran mengenai بالوضع sebagian ulama berbeda pendapat. Sebagian mengartikannya harus berbahasa Arab, sebagian lagi mentafsirkan kata بالوضع dengan makna "sadar". Artinya, mutakallim (orang yang berbicara) harus secara sadar dan sengaja dalam perkataannya dengan maksud yang jelas. Oleh karena itu, perkataan orang yang mabuk, orang gila, dan orang tidur tidaklah disebut sebagai kalam.

Contoh Kalam dalam Nahwu

Setelah mengetahui apa itu kalam dan apa saja unsur yang harus dipenuhinya, berikut adalah contoh kalam dalam ilmu nahwu yang bisa dijadikan sebagai rujukan untuk mempelajari kalam bahasa Arab.

لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ

Artinya : “Janganlah membuat kerusakan di bumi”.

Penjelasan :

  1. لَا adalah huruf nahi (pencegahan / pelarangan) yang terjatuh sebelum fi’il mudhari dan berfungsi menjazemkan.
  2. تُفْسِدُوْا adalah fi’il mudhari yang dibaca jazem (dengan membuang nun) karena diawali oleh huruf nahi. Adapaun fa’il dari kata تُفْسِدُوْا yaitu berupa isim dhomir.
  3. فِى الْاَرْضِ adalah susunan jar majrur di mana فِى  huruf jar yang masuk pada isim, dan kata الْاَرْضِ menjadi isim yang majrur dengan harakat kasrah karena berupa isim mufrad.

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ

Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam”.

Penjelasan :

  1. اِنَّ adalah amil yang berfungsi menashabkan isim pertama (mubtada) sebagai isimnya dan merafakan khabar mubtada sebagai khabarnya.
  2. الدِّيْنَ isim manshub (dibaca nashab) sebagai isimnya اِنَّ, diharakati fathah sebab berupa isim mufrad.
  3. عِنْدَ اللّٰهِ adalah susunan mudhaf dan mudhaf ilaih. Di mana lafadz عِنْدَ (kata yang menunjukkan tempat) sebagai mudhaf yang berstatus mabni. Dan lafdzul jalalah menjadi mudhaf ilaihnya dengan dibaca jar / khafadz.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kalam dalam ilmu nahwu adalah susunan lafadz dalam bahasa Arab yang membentuk suatu kalimat yang memberikan pemahaman kepada lawan bicara sehingga diam.

Kalam memiliki 4 unsur yang harus terkumpul, yaitu lafadz (اللفظ), tersusun (المركّب), memberikan faedah (المفيد), dan diucapkan dengan sadar / berbahasa Arab (الوضع). Jika tidak memenuhi ke-empat unsur kalam tersebut atau kurang salah satunya, maka tidak bisa disebut sebagai kalam.

Selain itu, dalam ilmu nahwu juga ada istilah kalim, dan kalimah. Antara kalam, kalim, dan kalimah mempunyai pengertian tersendiri, ketiga istilah tersebut tidaklah sama.

youtube image
Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar