Skip to main content
Beranda Mufrodat

Nun pada Jamak Mudzakkar Salim dan Isim Tasniyah

Table of Content [ ]
Jamak mudzakkar salim dan isim tasniyah adalah isim yang menunjukkan makna lebih dari satu. Dalam praktiknya, jamak mudzakkar salim digunakan untuk kategori benda/orang lebih dari dua jenis laki-laki dengan menambahkan huruf wawu+nun saat keadaan rafa’, dan ya’+nun ketika dalam keadaan nashab dan jer. Begitu juga dengan isim tasniyah, hanya saja ketika menduduki kedudukan rafa’ huruf tambahannya berupa alif+nun, dan dapat digunakan baik pada mudzakkar maupun muannats yang menunjukkan makna ganda.

Nun pada Jamak Mudzakkar Salim

Mengenai nun yang terdapat pada isim jamak mudzakkar salim, Imam Ibnu Malik telah berkata dalam kitab Alfiyah, yang berbunyi :

وَنُوْنَ مَجْمُوْعٍ وَمَا بِهِ التَحَقْ | فَافْتَحْ وَقَلَّ مَنْ بِكَسْرِهِ نَطَقْ

Artinya : “Dan nun jamak mudzakkar salim beserta mulhaqnya maka bacalah fathah, adapun orang yang mengucapkannya dengan kasrah itu sedikit”.

Dalam bait nadham Alfiyah di atas, Imam Ibnu Malik memberikan isyarat dengan perkataan “فَافْتَحْ” (bacalah fathah) pada nun jamak mudzakkar salim. Ketentuan ini juga berlaku untuk mulhaqnya, yaitu isim-isim yang disamakan dengan jamak mudzakkar salim.

Pemilihan harakat fathah sebagai bacaan nun pada jamak mudzakkar salim ini bermaksud memberikan keringanan dalam pengucapannya. Karena orang-orang khususnya masyarakat Arab ketika mengucapkan bentuk jamak merasa berat. Yang dimaksud jamak di sini adalah bentuk isim berakhiran wawu yang sebelumnya dibaca dhammah, atau diakhiri ya’ dan huruf yang terjatuh sebelum ya’ dibaca kasrah. Maka dipilihlah harakat fathah sebagai bacaan daripada nun jamak mudzakkar salim, karena fathah adalah ringan-ringannya harakat dibanding dhammah.

Ada juga sebagian masyarakat Arab yang mengucapkan nun jamak mudzakkar salim dengan harakat kasrah. Namun terbilang syadz (keluar dari kaidah) dan bukan termasuk logat, biasanya kita akan mendapati bacaan tersebut di dalam sya’ir berbahasa Arab, seperti sya’ir Arab berikut ini :

عَرَفْنَا جَعْفَرًا وَبَنِيْ أَبِيْهِ | وَأَنْكَرْنَا زَعَانِفَ آخَرِيْنِ

“Kami mengenal Ja’far beserta keturunan ayahnya, dan kami mengingkari anak-anak lain yang diakuinya”.

Pada bait sya’ir Arab di atas, kata “آخَرِيْنِ” adalah contoh nun jamak mudzakkar salim yang dibaca kasrah, berkedudukan menjadi sifat dari kata “زَعَانِفَ”, dan di i’rabi dengan ya’ sebab dalam keadaan nashab mengikuti kata yang menjadi maushufnya.

أَكُلَّ الدَّهْرِ حَلٌّ وَارْتِحَالٌ | أَمَا يُبْقِيْ عَلَيَّ وَلَا يَقِيْنِى
وَمَاذَا تَبْتَغِيْ الشُّعَرَاءُ مِنِّيْ | وَقَدْ جَاوَزْتُ حَدَّ الأَرْبَعِيْنِ

“Apakah terus berlangsung pada setiap masa, berdiam diri dan pergi, tidakkah ia membiarkanku menetap dan menjagaku ?, dan mereka para penyair akan memperdayaiku, sungguh aku telah melalui masa ini selama 40 tahun”.

Kata “الأَرْبَعِيْنِ” pada sya’ir tersebut adalah contoh nun jamak mudzakkar salim yang dibaca kasrah. Di i’rabi dengan tanda ya’ sebab menjadi mudhaf ilaih dari kata “حَدَّ”. Ini menjadi contoh untuk mulhaq jamak mudzakkar salim, karena kata “الأَرْبَعِيْنِ” tidak memenuhi syarat jamak mudzakkar salim, seperti yang telah kami jelaskan pada artikel kami sebelumnya.

Bacaan Nun Isim Tasniyah

Berdasarkan pendapat yang mayshur, bacaan nun pada isim tasniyah adalah kasrah. Kaidah ini juga berlaku untuk mulhaqnya, yaitu isim yang disamakan dengan isim tasniyah (haqiqi). Meski demikian, ada juga yang mengucapkan nun yang ada di akhir isim tasniyah dan mulhaqnya dengan harakat fathah baik dalam keadaan rafa, nashab, dan jer, sebagai logat bagi sebagian masyarakat Arab.

Kasus ini tidaklah berbeda dengan bacaan nun pada jamak mudzakkar salim, yang masyhur dibaca fathah dan sedikit yang dibaca dengan kasrah. Lebih jelasnya, nun pada isim tasniyah beserta mulhaqnya ini adalah kebalikan dari kaidah nun-nya jamak mudzakkar salim. Contohnya seperti sya’ir-sya’ir Arab di bawah ini :

عَلَى أَحْوَذِيَيْنَ إِسْتَقَلَّتْ عَشِيَّةً | فَمَا هِيَ إِلَّا لَمْحَةٌ وَتَغِيْبُ

“Burung Qatha’ melesat cepat dengan kedua sayapnya di waktu senja, tidaklah penglihatan ini kecuali hanya sekejap saja dan menghilang”.

Kata “أَحْوَذِيَيْنَ” dalam sya’ir di atas adalah contoh bacaan nun isim tasniyah berakhiran ya’ dengan harakat fathah. Hal ini bukan bermaksud menghukumi bahwa bacaan nun isim tasniyah dengan fathah itu syadz (keluar dari kaidah), tetapi memang sudah menjadi logat sebagian orang Arab. Berbeda dengan nun jamak mudzakkar salim dengan kasrah yang dihukumi syadz (keluar dari kaidah).

Contoh penggunaan harakat fathah pada nun isim tasniyah berakhiran alif adalah sya’ir di bawah ini :

أَعْرِفُ مِنْهَا الْجِيْدَ وَالْعَيْنَانَا | وَمَنْخِرَيْنِ أَشْبَهَا ظَبْيَانَا

“Aku mengenali lehernya, kedua matanya, dan lubang kedua hidungnya, yang menyerupai si Dhabyan”.

Kata “الْعَيْنَانَا” adalah contoh nun isim tasniyah berakhiran alif yang dibaca fathah. Berkedudukan sebagai ma’thuf dari kata “الْجِيْدَ”. Tetapi, menurut Ibnu Hisyam sya’ir di atas hukumnya adalah mashnu’ (dibuat-buat). Karena dalam sya’ir tersebut terdapat dua logat, yaitu bacaan “الْعَيْنَانَا” dan “مَنْخِرَيْنِ”, keduanya sama-sama isim tasniyah dengan bacaan nun yang berbeda-beda.

Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar