Skip to main content

Penjelasan Lam Ibtida Yang Masuk Pada Khabar Inna dan Selainnya

Table of Content [ ]
Dalam ilmu nahwu yang mempelajari bahasa Arab, kalimah huruf termasuk jenis kalimah atau kata yang biasanya terletak di awal kalimat baik nomina maupun verba. Sebagian huruf juga ada yang hanya terletak pada permulaan isim (kata benda), atau pada fi’il (kata kerja) saja. Termasuk bagian dari huruf (harf) dalam bahasa Arab yaitu lam ibtida (لَ). Dan ini merupakan topik pelajaran yang akan kita bahas kali ini.

Pengertian Lam Ibtida

Lam ibtida adalah huruf ghair amilah, yang berada di awal kalimah (kata). Artinya, ia tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan i’rab dan hanya berfungsi sebagai ta’kid (penegas) suatu kata yang dimasukinya. Huruf lam ibtida’ ini memiliki posisi yang beragam dalam kalimat, di antaranya yaitu pada khabar dan isimnya inna.

Bolehnya Lam Ibtida Masuk Pada Khabar Inna

Imam Ibnu Malik dalam nadzam Alfiyahnya berkata:

وَبَعْدَ ذَاتِ الْكَسْرِ تَصْحَبُ الْخَبَرْ ۞ لاَمُ ابِتْدَاءٍ نَحْوُ إنِّي لَوَزَرْ
Wa ba’da dzaatil kasri tashhabul khabar – laamu ibtidaain nahwu inni lawazar

Artinya: dan setelah inna yang memiliki harakat kasrah, lam ibtida’ boleh menyertai khabarnya. Contohnya seperti kalimat إنِّي لَوَزَرٌ (sesungguhnya Saya adalah seorang pelindung).

Bait di atas menjelaskan bolehnya lam ibtida masuk pada khabar inna yang dibaca kasrah hamzahnya, berfungsi sebagai partikel penegas bagi kata yang terjatuh setelahnya. Contohnya seperti kalimat:

إِنَّ زَيْدًا لَقَائِمٌ

“Sesungguhnya Zaid orang yang berdiri”

Catatan: huruf lam ibtida pada dasarnya terletak di awal kalimat. Namun dalam bab ini jika diletakkan di awal kalimat maka bertemu dengan huruf inna yang sama-sama memiliki makna ta’kid (penegas). Sehingga lam ibtida’ dipindah posisinya pada tempat khabar inna.

Mayoritas ulama ahli nahwu sepakat bahwa lam ibtida hanya bisa masuk pada khabar inna, maka tidaklah shahih jika lam ibtida masuk pada selainnya (saudara-saudaranya inna) kecuali itu syadz (keluar dari kaidah). Seperti dalam syair Arab berikut ini:

يَلُوْمُوْنَنِى فِى حُبِّ لَيْلٰى عَوَاذِلِى ۞ وَلٰكِنَّنِى مِنْ حُبِّهَا لَعَمِيْدُ
Yaluumuunanii fii hubbi laila ‘awaadzili – wa laakinnanii min hubbiha la’amiidu

Artinya: mereka mencela kalau diriku mencintai Laila, akan tetapi cintaku tetap tidak tergoyahkan.

Pada syair Arab di atas, lafadz لٰكِنَّ adalah saudara inna yang berfungsi sebagai istidrak, yaitu untuk menyusuli perkataan sebelumnya. Adapun لَعَمِيْدُ merupakan khabar لٰكِنَّ, dan ini syadz (keluar dari kaidah) menurut mayoritas ulama nahwu.

Catatan: ulama kuffah berpendapat bahwa masuknya lam ibtida pada khabar لٰكِنَّ itu diperbolehkan.

Kondisi Tidak Diperbolehkannya Lam Ibtida Masuk Pada Khabar Inna

Tidak semua kondisi lam ibtida bisa masuk pada khabar inna, ada beberapa tempat di mana lam ibtida tidak boleh menyertai khabar inna. Lebih lanjut, Imam Ibnu Malik dalam hal ini menjelaskan sebagaimana bait Alfiyah berikut:

وَلاَ يَلِي ذِي الَّلامَ مَا قَدْ نُفِيَا ۞ وَلاَ مِنَ الأَفْعَالِ مَا كَرَضِيَا
Wa laa yalii dzil laama maa qad nufiya – wa laa minal af’aali maa ka radliya

Artinya: khabar inna yang disertai huruf nafi tidak boleh kemasukan lam ibtida. Begitu juga dengan khabar inna berupa fi’il madhi mutasharrif yang tidak didahului oleh huruf qad (قَدْ).

Pertama, khabar inna yang dinafikan maka tidak boleh didahului dengan lam ibtida’, seperti kalimat إِنَّ زَيْدًا مَا قَائِمٌ (sesungguhnya Zaid tidak berdiri), maka jangan kamu berkata إِنَّ زَيْدًا لَمَا قَائِمٌ (dengan adanya lam ibtida). Jika sebaliknya, maka hukumnya adalah syadz, seperti dalam syair Arab berikut:

وَأَعْلَمُ أَنَّ تَسْلِيْمًا وَتَرَكًا ۞ لَلَا مُتَشَابِهَانِ وَلَا سَوَٓاءُ
Wa a’lamu anna tasliiman wa tarakan – lalaa mutasyaabihaani wa laa sawaaun

Artinya: ketahuilah, sesungguhnya mengucapkan salam dan meninggalkannya, keduanya benar-benar berbeda dan tidak pula sama.

Kedua, khabar inna berupa fi’il madhi mutasharrif (kata kerja lampau yang memiliki kata turunan) yang tidak didahului huruf qad (قَدْ), maka tidak boleh disertai dengan lam ibtida. Contohnya seperti إِنَّ زَيْدًا رَضِيَ (sesungguhnya Zaid itu telah merasa ridha), maka tidak diucapkan إِنَّ زَيْدًا لَرَضِيَ (dengan lam ibtida).

Catatan: menurut Imam Kisa’i dan Hisyam khabar inna yang berupa fi’il madhi mutasharrif boleh disertai lam ibtida meski tidak didahului huruf qad (قَدْ).

Dari penjelasan di atas, maka bisa diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

  1. Jika khabar inna berupa fi’il madhi mutasharrif yang didahului huruf qad (قَدْ), maka boleh disertai lam ibtida. Sebagaimana penjelasan bait Alfiyah وَقَدْ يَلِيْهَا مَعَ قَدْ... (dan terkadang khabar fi’liyah yang disertai qad (قَدْ) seperti lafadz رَضِيَ boleh diiringi dengan lam ibtida...).
  2. Jika khabar inna berupa fi’il madhi jamid, maka boleh didahului lam ibtida’, seperti lafadz نِعْمَ dan بِئْسَ. Contohnya: إِنَّ زَيْدًا لَنِعْمَ الرَّجُلُ (sesungguhnya Zaid adalah sebaik-baiknya laki-laki).
  3. Jika khabar inna berupa fi’il mudhari baik itu mutasharrif ataupun ghairu mutasahrrif, diperbolehkan menyertainya dengan lam ibtida. Contohnya kalimat إِنَّ زَيْدًا لَيَقُومُ (sesungguhnya Zaid akan berdiri). Tetapi sebagian ulama nahwu ada yang berpendapat tidak bolehnya lam ibtida menyertai khabar inna berupa fi’il mudhari’ apabila ia didahului huruf س atau سَوفَ.

Bolehnya Lam Ibtida Masuk Pada Selain Khabarnya Inna

وَتَصْحَبُ الْوَاسِطَ مَعْمُوْلَ الْخَبَرْ ۞ وَالْفَصْلَ وَاسْمًا حَلَّ قَبْلَهُ الْخَبَرْ
Wa tashhabul waasitha ma’mulal khabar – wal fashla wasman halla qablahul khabar

Artinya: dan lam ibtida ada yang menyertai ma'mul khabar dan dhamir yang menengahi isim dan khabar inna, juga pada isim inna yang terletak setelah kabarnya.

Bait di atas menjelaskan bolehnya lam ibtida masuk pada beberapa tempat selain khabarnya inna, yaitu:

  1. Ma’mul inna yang menengahi antara isim dan khabar inna. Contohnya: إِنَّ زَيْدًا لَطَعَامَكَ آكِلٌ (sesungguhnya Zaid itu orang yang memakan makananmu). Kebolehan ini dengan catatan bahwa khabar inna layak apabila diberi lam ibtida. Jika sebaliknya maka tidak boleh, seperti ketika khabar inna berupa fi’il madhi mutasharrif yang tidak disertai huruf qad (قَدْ).
  2. Dhamir fashl (pemisah) yang berada di antara isim dan khabar inna. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 62: إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ (sesungguhnya ini adalah kisah yang benar).
  3. Isim inna yang diakhirkan mendahulukan khabarnya. Seperti kalimat إِنَّ فِى الدَّارِ لَزَيْدً (sesungguhnya Zaid ada di dalam rumah).

Demikianlah penjelasan tentang lam ibtida yang masuk pada khabar inna. Setelah mempelajari ini, semoga memudahkan pemelajar bahasa Arab mengetahui kondisi apa yang memperbolehkan dan tidak dibolehkannya penggunaan lam ibtida pada khabar inna. Serta tempat-tempat di mana lam ibtida digunakan selain pada khabarnya inna.

Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar